JAKARTA, KOMPAS.com – Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengajukan gugatan uji materi Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (5/11/2024).
Ia meminta agar MK memaknai kembali pasal tersebut secara lebih spesifik.
Menurut dia, bercermin dari Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 terkait UU KPK, seharusnya Presiden RI hanya boleh sekali membentuk panitia seleksi (pansel) calon pimpinan dan dewan pengawas KPK.
“Karena menurut versi saya yang berwenang dan berhak dan sah itu hanya bentukan Pak Prabowo Subianto,” kata Boyamin, Selasa kemarin.
Sementara itu, saat ini, nama-nama capim KPK telah mengerucut pada 10 nama dari hasil kerja pansel bentukan Presiden keenam Joko Widodo.
Baca juga: Nurul Ghufron Sebut Prabowo Dapat Anulir Seleksi Capim dan Dewas KPK
“Di petitumnya atau di permohonan akhirnya saya ingin disebut bahwa (yang dimaksud sebagai) presiden itu adalah presiden yang periodenya sama dengan calon pimpinan dan calon Dewan Pengawas KPK,” jelas dia.
Sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas tak menutup kemungkinan bahwa nama-nama calon pimpinan KPK bisa berubah.
Presiden RI Prabowo Subianto disebut sudah menyiapkan jawaban atas surat dari DPR.
“Setahu saya, pimpinan DPR sudah mengirim surat kepada presiden. Presiden juga nanti dalam waktu dekat pasti akan menjawab terkait dengan surat dari pimpinan DPR,” ujar dia pada Senin (4/11/2024) kepada wartawan.
Baca juga: Bertemu Prabowo, Menkum Supratman Tegaskan Tak Bahas Capim KPK
“(Nama-namanya berubah atau tidak) Tergantung presiden. Boleh dua-duanya, beliau mau menggoalkan nama-nama yang sama, memakai pansel yang lain, tergantung presiden. Atau mau membentuk yang lain, kita tergantung presiden,” kata Supratman.
Politikus Partai Gerindra itu meminta agar publik menunggu saja surat jawaban dari Prabowo. Ia menduga, surat itu tidak akan terbit terlalu lama.
Ia juga tak ingin berandai-andai apakah akibat surat itu maka akan dibentuk panitia seleksi (pansel) baru untuk capim KPK.
“Ya tergantung presiden. Nanti setelah itu kan kami memberikan pertimbangan terkait dengan itu,” sebut dia.
“Makanya tunggu saja surpres dari presiden terkait dengan hal itu,” kata Supratman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.