Sebelumnya, sebuah foto disertai narasi tentang munculnya Hak Guna Bangunan (HGB) di atas laut di perairan timur Surabaya, Jawa Timur, viral di media sosial (medsos). Tak tanggung-tanggung, potongan foto yang diviralkan oleh akun X @thanthowy itu menyebut luasan area HGB hingga 600 hektare lebih.
Dalam akun tersebut mengungkap temuan HGB seluas 656 hektare lahan di perairan timur Surabaya. Tepatnya koordinat di 7.342163°S, 112.844088°E, 7.355131°S, 112.840010°E dan 7.354179°S, 112.841929°E.
Pemilik akun @thanthowy yang ternyata adalah dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Thanthowy Syamsuddin, menyatakan HGB lahan tersebut berada di atas perairan timur Surabaya.
Dia mengakui jika itu merupakan hasil penelusurannya pada aplikasi Bhumi milik Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Temuan tersebut bermula dari rasa resahnya dengan kasus pagar laut dan HGB yang muncul di perairan Tangerang beberapa waktu lalu. Ia khawatir hal serupa juga terjadi di Jawa Timur.
“Ketika saya cek ini valid dari aplikasi Bhumi ATR/BPN sendiri itu. Terus saya quote twit, saya berikan link-nya, semuanya, koordinatnya, screenshot-nya, termasuk saya kroscek ke aplikasi Google Earth,” kata Thanthowy, Selasa (21/1/2025).
Thanthowy mengaku terkejut lantaran hasil penelusuran menunjukkan bahwa lahan yang tercatat berstatus HGB tersebut berdiri di area perairan, tanpa adanya daratan.
“Di Google Earth sebenarnya daerah itu laut, sama daerah-daerah perikanan tambak dan mangrove. Jadi enggak ada daratan, ya perairan gitu sama kayak case Tangerang berarti,” tegasnya.
Melanggar Putusan MK yang Melarang Pemanfaatan Ruang di Perairan
Menurutnya, jika temuannya soal HGB itu benar-benar ada, maka hal tersebut sudah melanggar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 85/PUU-XI/2013, yang telah melarang pemanfaatan ruang di perairan.
Tak hanya itu, HGB itu juga bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Timur Nomor 10 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang menegaskan bahwa area tersebut diperuntukkan bagi perikanan, bukan zona komersial atau permukiman. Hal ini, kata dia, menimbulkan pertanyaan besar terhadap legalitas HGB tersebut.
“Sebenarnya ini yang harus dikonfirmasi atau yang harus diverifikasi oleh pemerintah. Kenapa ada pemanfaatan ruang di atas perairan, yang mana itu bertentangan dengan putusan MK,” tegas Thanthowy.