Yakni, sambung Arifin, Nomor : 2/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Drs. EDI DAMANSYAH, M.Si. mengenai penghitungan masa jabatan Kepala Daerah. Dengan demikian Edi Damansyah dalam keikutsertaan sebagai Calon Bupati Kutai Kartanegara tahun 2024 adalah tidak memenuhi syarat belum pernah menjabat sebagai Bupati selama 2 (dua) periode masa jabatan yang sama.
Arifin menjelaskan, sebagaimana Pasal 7 ayat (2) huruf n UU 10/2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang – Undang, sejak diperolehnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 2/PUU-XXI/2023.
“Bahwa dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 2/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Drs. EDI DAMANSYAH, M.Si. yang kemudian dikuatkan kembali dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 129/PUU-XXII/2024, tanggal 14 November 2024,mengenai tata cara penghitungan masa jabatan Kepala Daerah, maka Drs. EDI DAMANSYAH, M.Si yang tidak memenuhi persyaratan sebagai calon bupati bukanlah hal yang menjadi perdebatan lagi dan tidak memerlukan kembali tafsir-tafsir terhadap masa jabatan Kepala Daerah oleh pelaksana undang-undang,” kata dia.
Karenanya, ujar Arifin, perlu diberitahukan dan disampaikan agar pihak Komisi Pemilihan Umum RI dan Badan Pengawas Pemilu RI tidak melakukan pembangkangan terhadap hukum.
“Sehingga, guna menghindari perbuatan pembangkangan atau ketidaktaatan terhadap hukum yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, sepatutnya KPU dan Bawaslu RII memberikan instruksi atau perintah kepada KPU Kabupaten/Kota khususnya kepada Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kutai Kartanegara untuk menerbitkan Keputusan Pembatalan Calon Bupati Kutai Kartanegara atas nama Edi Damansyah,” terang dia.
Agar, tutur Arifin, tidak terjadi legimitasi terhadap calon yang telah 2 (dua) periode menjabat Kepala Daerah (Bupati Kutai Kartanegara) maju kembali untuk periode ke-3 pada pemilihan Bupati Kutai Kartanegara tahun 2024 saat ini.
“Karena tidak memenuhi syarat sebagaimana Pasal 7 ayat (2) huruf n UU 10/2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang,” jelas Arifin.