TEMPO.CO, Jakarta – Gangguan tidur adalah masalah umum yang memengaruhi banyak orang di dunia. Salah satu gangguan tidur yang paling dikenal adalah insomnia, yang ditandai dengan kesulitan untuk tertidur, atau tidur yang tidak nyenyak.Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Sleep Medicine pada 2021, sekitar satu dari tiga orang dewasa mengalami gejala insomnia klinis, sementara hampir 20 persen memenuhi kriteria untuk gangguan insomnia.Selain insomnia, obstructive sleep apnea (OSA) adalah gangguan tidur yang sering luput dari perhatian. OSA terjadi ketika saluran napas terhambat selama tidur, menyebabkan gangguan pada aliran oksigen.Gejala utamanya meliputi mendengkur keras, kelelahan di siang hari, dan sakit kepala di pagi hari. Penelitian menunjukkan bahwa OSA dapat memperburuk kesehatan mental, seperti meningkatkan risiko depresi, kecemasan, bahkan gangguan kognitif seperti demensia.Gangguan Tidur dan Kesehatan Mental Gangguan tidur memiliki hubungan dua arah dengan kesehatan mental. Di satu sisi, kondisi seperti insomnia atau OSA dapat memicu atau memperburuk masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan.Sebaliknya, masalah kesehatan mental juga dapat menyebabkan gangguan tidur. Sebagai contoh, gangguan tidur sering ditemukan sebagai gejala utama pada pasien dengan gangguan psikologis, termasuk ide bunuh diri. Penelitian menunjukkan bahwa kurang tidur dapat meningkatkan respons emosional negatif terhadap stres dan mengurangi kemampuan untuk menghadapi tantangan sehari-hari.Dikutip dari Department of Psychiatry Columbia University, tidur berperan penting dalam menjaga fungsi otak, termasuk konsentrasi, pembelajaran, dan memori. Kurang tidur dapat menyebabkan ketidakmampuan untuk memproses informasi secara efektif, meningkatkan risiko salah persepsi, serta memperburuk gejala gangguan psikologis. Pada kasus OSA, gangguan ini dapat menyebabkan fragmentasi tidur dan hipoksia intermiten atau penurunan kadar oksigen secara berulang. Kondisi ini meningkatkan stres oksidatif dan inflamasi di otak, yang pada akhirnya dapat merusak jaringan saraf dan meningkatkan risiko depresi serta penurunan kognitif.Penelitian juga menunjukkan bahwa individu dengan OSA memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami depresi, dan tingkat keparahan OSA berkorelasi positif dengan gejala depresi. Gangguan tidur sangat penting untuk ditangani demi menjaga kesehatan mental. Langkah pertama adalah mengidentifikasi jenis gangguan tidur melalui evaluasi medis yang komprehensif.Menurut Psychology Today, untuk insomnia, terapi perilaku kognitif telah terbukti efektif dalam memperbaiki kualitas tidur. Sementara itu, bagi penderita OSA, penggunaan continuous positive airway pressure (CPAP) dapat membantu menjaga saluran napas tetap terbuka selama tidur. Penting juga untuk mempromosikan gaya hidup sehat, seperti menjaga pola makan, berolahraga, dan menghindari konsumsi alkohol serta nikotin sebelum tidur. Dalam kasus OSA pada individu yang obesitas, penurunan berat badan dapat secara signifikan mengurangi gejala. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami mekanisme kompleks antara gangguan tidur dan kesehatan mental. Namun, langkah awal berupa kesadaran akan hubungan ini dapat membantu mencegah komplikasi yang lebih serius dan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.