SUMUR BANDUNG, AYOBANDUNG.COM — Kota Bandung merupakan ibu kota Provinsi Jawa Barat yang terkenal karena menjadi destinasi wisata bagi turis lokal maupun mancanegara. Selain itu, Kota Bandung menjadi jantung pemerintahan Jawa Barat yang dibuktikan dengan padatnya kompleks perkantoran pemerintah yang tersebar di setiap sudut kota. Dua hal tersebut menjadikan Kota Bandung salah satu kota terpadat di Indonesia. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, jumlah penduduk di Kota Bandung mencapai 2,53 juta jiwa pada 2021. Memiliki wilayah seluas 166,59 kilometer persegi, Kota Bandung menjadi Kota terpadat di Jawa Barat dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 15,17 ribu jiwa per km persegi. Angka tersebut merupakan yang tertinggi dibandingkan kepadatan penduduk di 26 kabupaten/kota lainnya di Jawa Barat.
Dengan perincian data tersebut, bisa dipastikan kepadatan lalu lintas turut membayangi Kota Bandung. Terlebih, banyaknya aktivitas warga dari 4 wilayah aglomerasi Bandung Raya yang bekerja maupun beraktivitas di Kota Bandung. Di antaranya Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, dan Kabupaten Sumedang. Baca Juga: 21 Halte Senilai Hampir Rp2 Miliar di Bandung Dibongkar Pemkot, DPRD: Perencanaan Belum Matang
Dengan begitu, 2,53 juta penduduk Kota Bandung harus berjibaku dengan 1,2 juta penduduk ‘dadakan’ berasal dari 4 wilayah tersebut. Setiap hari jutaan orang merangsek memasuki Kota Bandung saat siang untuk bekerja dan beraktivitas. Hal itu menjadikan Kota Bandung menjadi termacet nomor satu di Indonesia. Kota Bandung Pernah jadi Kota Termacet di Indonesia
Kota Bandung pernah jadi kota termacet di Indonesia. (Ayobandung.com)
Asian Development Bank (ADB) pada September 2019 menobatkan Kota Bandung sebagai kota termacet se-Indonesia dalam Update of the Asian Development Outlook. Kota Bandung menduduki urutan kota termacet ke-14 se-Asia, Jakarta di urutan ke-17, dan Surabaya menduduki posisi ke-20. Riset ADB menghitung bahwa untuk mencapai titik A ke titik B di Kota Bandung pada jam sibuk, pengendara memerlukan waktu 24 persen lebih banyak dibandingkan jam lengang. Selain itu, pertumbuhan kendaraan di Kota Bandung mengalami peningkatan rata-rata 11 persen per tahun. Pertumbuhan peningkatan kendaraan di Kota Bandung ditegaskan data Badan Pendapatan Daerah Jawa Barat dalam rentang 5 tahun, mulai dari 2014 hingga 2019. Kota Bandung merupakan daerah dengan jumlah kendaraan bermotor terbanyak dari rentang tahun tersebut yang jumlahnya mencapai 6.025.481 unit. Dari data itu, jumlah kendaran di Kota Bandung bahkan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk Kota Kembang yang hanya 2,53 juta jiwa. Kemacetan Kota Bandung pun menjadi pemandangan klise bagi masyarakat sehari-hari. Baca Juga: Digempur Teknologi, Diterjang Badai Pandemi, Angkot Bandung: Hidup Sulit Mati Tak Boleh! Sebagai contoh, kemacetan di Simpang Kiaracondong dan Simpang Cibaduyut menjadi bukti nyata kemacetan di Kota Bandung. Antrean kendaraan hingga berkilometer panjangnya menjadi pemandangan “wajib” di dua kawasan tersebut. Meski saat ini sudah dibangun flyover di kawasan Kopo-Cibaduyut yang pembangunannya sempat molor beberapa bulan, nyatanya pembangunan tersebut masih belum bisa seratus persen mengentaskan kemacetan. Sejak 2019, Pemerintah Kota Bandung membangun 3 flyover baru. Namun, dengan total kendaraan 6 juta lebih, rasanya pembangunan 3 infrastruktur tersebut belum mampu mengimbangi kepadatan lalu lintas Kota Bandung. Transportasi Publik Ditinggalkan Masyarakat
Ilustrasi angkutan umum perkotaan (Ayobandung.com/Irfan Al-Faritisi)
Pemandangan angkutan kota yang berjejer menunggu penumpang seolah menjadi bagian dari wajah Kota Bandung hari ini. Salah satunya seperti yang terjadi di Bundaran Cibiru. Tempat itu menjadi salah satu titik masuk utama ke Kota Bandung. Namun yang terlihat adalah angkot berwarna hijau jurusan Cibiru-Cicadas yang menumpuk. Joni (30), salah seorang sopir angkot mengaku saat ini semakin jarang masyarakat menggunakan angkutan umum. Angkot di Bundaran Cibiru pun melambatkan pergerakan akibat sepi penumpang. “Ya, begini sekarang, Om. Lihat aja angkot numpuk gak jalan-jalan. Penumpang sepi, armada banyak, jadi susah meski ngetem juga,” ujarnya saat ditemui, Sabtu, 19 Agustus 2022. Kenangan manis diungkapkan Dodo (50). Dia mengaku pada 2005 sempat memiliki 5 unit angkot dengan trayek yang sama. Saat itu, dirinya sanggup meraup Rp1 juta per harinya. Baca Juga: Korban Pencabulan Sopir Angkot Cililin-Cijenuk KBB Ternyata Lebih dari Satu “Tapi itu kan dulu, sekarang tinggal nyisa satu. Itupun saya nyetir sendiri. Udah ga masuk hitungannya kalau orang lain yang bawa,” katanya. Berangkat dari pengakuan tersebut, tim Ayobandung.com menemui salah seorang penumpang di sekitar lokasi bernama Putri (25). Di tengah angkot yang menumpuk, dia memilih menggunakan tranportasi ojek online. Padahal lokasi tujuannya dilewati angkot jurusan Cibiru-Cicadas. “Udah males pake angkot, ngetem-nya lama. Belum lagi suka kejebak macet ga bisa selap-selip. Juga dulu pernah punya pengalaman buruk dijambret di angkot, mangkannya kapok. Gak nyaman,” ujarnya. Armada Transportasi Publik di Kota Bandung Terus Menurun
Angkot di Kota Bandung. (Ayobandung.com)
Minimnya antusias menggunakan transportasi publik membuat jumlah armada menurun. Merujuk data Kota Bandung Dalam Angka 2004-2021, jumlah angkutan publik di kota kembang menyusut dalam 4 tahun terakhir. Dari 15.139 unit angkutan publik pada 2017, jumlahnya terus berkurang menjadi 14.178 unit pada 2018, 13.610 unit pada 2019, hingga 12.514 unit pada tahun 2020. Secara tidak langsung, kondisi ini membuat kemacetan kota semakin parah. Ketua Koperasi Angkutan Masyarakat (Kopamas) Kota Bandung, Budi Kurnia mengatakan, kondisi usaha moda transportasi angkot saat ini tengah kolaps. Baca Juga: Mengenang Sejarah Perjalanan Damri: Bagi Kami Damri Saksi Perjuangan Hidup Dari 5.571 angkot yang diizinkan beroperasi di Kota Bandung melalui Surat Keputusan Wali Kota, kata dia, saat ini hanya tersisa kurang dari setengahnya. “Karena di kami pun (Kopamas), dari 212 unit yang diizinkan untuk beroperasi, hari ini tersisa sekitar 120 unit yang beroperasi. Kan itu sangat signifikan berkurangnya ya,” ungkap Budi di St Hall Kota Bandung, beberapa waktu lalu. Contoh lain soal kondisi angkot di Kota Bandung pun disampaikan Budi. Di salah satu trayek angkot seperti St Hall-Gunung Batu, dari 51 unit angkot yang diizinkan, kini hanya tersisa 10 unit saja yang beroperasi. “Sangat tidak terlayani masyarakat ya, jadi nunggu lama akibat minimnya armada, demand-nya masih ada, suplainya sangat jauh berkurang,” ujar Budi. Menurut Budi, minimnya armada tak lepas dari pengusaha atau pemilik angkot yang memilih menjual angkotnya demi beralih ke bisnis lain. Salah satu alasannya, kata dia, akibat adanya pandemi Covid-19. Baca Juga: Trayek Angkot Sindangkerta-Jatinangor Sasar Segmen Pelajar dan Wisatawan Bahkan, demi menjaga eksistensi angkot, khususnya Kopamas, dia rela menukar beberapa angkot miliknya demi menjalin kerja sama dengan Badan Layanannya Usaha Daerah (BLUD) milik Dinas Perhubungan Kota Bandung dengan mengadakan uji coba feeder angkutan trayek St Hall Gunung Batu demi mengisi kekurangan slot armada. “Yang saya fokuskan, bahwa demand masyarakat terhadap angkutan umum harus tetap terpenuhi. Selain itu juga, tentu saja layanan masyarakat tadi yang terjaga eksistensi Kopamas sebagai koperasi angkutan itu juga harus tetap sustain ya. Harus terus-menerus ada gitu ya,” ungkapnya. “Sehingga, kami berharap ada kerja sama BLUD angkutan dengan kami ini bisa membawa dampak yang lebih baik di Kopamas, juga dunia transportasi angkutan di Kota Bandung,” ujarnya. Halte Bernilai Miliaran Rupiah Dibongkar Akibat Rusak, Terbengkalai dan Tidak Berfungsi
Pengendara melintas di dekat halte bus Jalan Ahmad Yani, Kota Bandung, pada Selasa, 19 Oktober 2021. Sebanyak 349 fasilitas sarana publik seperti halte bus dan jembatan penyeberangan orang (JPO) di Kota Bandung mengalami kerusakan akibat ulah oknum masyarakat yang tidak bertanggung jawab. (Ayobandung.com/Irfan Al-Faritsi)
Tak hanya penurunan jumlah armada, kondisi sarana dan prasarana pendukung transportasi publik di Kota Bandung pun ikut bermasalah. Belum lama ini, 21 halte dengan nilai pembangunan mencapai hampir Rp2 miliar terpaksa dibongkar akibat rusak, terbengkalai, dan tak berfungsi sebagaimana mestinya. Bahkan, sebagian ada yang digunakan tinggal oleh PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) yang membuatnya menjadi kumuh. Kepala Bidang Prasarana Dishub Kota Bandung Panji Kharismadi menjelaskan,
21 halte dibongkar dengan menelan biaya pembongkaran Rp 190 juta, termasuk biaya pembangunan trotoar kembali usai pembongkaran. “Satu halte itu sekitar Rp 10 jutaan, cuma penyerapan kondisinya berbeda-beda. Mungkin di halte ini biaya bongkar dan renovasinya lebih murah. Jadi tidak bisa disamaratakan, harga paving block juga beda-beda, tergantung haltenya,” ujar Panji Kharismadi saat dihubungi beberapa waktu lalu. Dia menegaskan, pembongkaran halte dilakukan untuk mengembalikan fungsi trotoar akibat terhalang halte yang sudah terbengkalai dan beralih fungsi. Baca Juga: Video Sepasang Remaja Berbuat Asusila di Halte Viral di Media Sosial “Secara fungsi (halte yang dibongkar) sudah banyak berubah, ada yang jadi tempat tinggal PMKS, ada yang jadi tempat menyimpan sayur, ada yang dipakai jualan burung, dan ada yang karena rekayasa lalu lintas atau perubahan rute tidak dipakai,” ujarnya. Dikatakan Panji, setelah dilakukan pembongkaran, kini tersisa 251 halte dari 272 halte. Pihaknya pun terus mengevaluasi. Pasalnya, meski pembongkaran halte rampung dan ditargetkan pulih kembali sebagai trotoar di akhir Agustus, ada potensi untuk pembongkaran kembali. “Di Sukajadi ada yang harus dibongkar. Sukajadi ‘kan sekarang satu arah, ke utara semua. Jadi harusnya yang dipergunakan yang di sebelah kiri saja. Itu ke depannya kita usulkan untuk dibongkar,” tuturnya. Pengamat Sebut Perencanaan Transportasi di Kota Bandung Buruk
Halte Kapsul TMB mangkrak di Kecamatan Antapani. (AyoBandung.com/Kavin Faza)
Pakar Transportasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Sony Sulaksono menegaskan, pembongkaran halte yang dibangun dengan dana APBD dan CSR itu buntut dari perencanaan pembangunan yang buruk, meski pembongkaran bangunan yang menggunakan APBD dan berusia di atas 10 tahun boleh dilakukan. “Pembongkarannya tidak salah, tapi pembangunannya yang salah. Jadi saya waktu itu ingat betul pembangunan halte itu memang tidak dibangun dengan perencanaan yang matang, sehingga halte-halte itu dibangun memang tadinya untuk mendukung Trans Metro Bandung (TMB),” ujar Sony Sulaksono saat dihubungi Ayobandung.com, Senin, 15 Agustus 2022. Sony mencontohkan buruknya perencanaan pembangunan halte-halte yang kini dibongkar. Salah satunya ketika di awal pembangunan ketika halte sudah berdiri namun armada atau bis TMB belum beroperasi hingga 2 tahun berikutnya. “Memang waktu itu pembangunan halte tersebut kalau menurut saya lebih ke menghabiskan anggaran agar terserap anggarannya. Karena pada saat itu dalam anggaran itu sudah ada pembangunan halte untuk pendukung TMB, tapi ternyata halte dibangun TMB-nya juga belum dioperasikan,” ujarnya. Baca Juga: Pegiat Sebut Halte Bus di Kota Bandung Tidak Layak Terlepas dari halte yang dibongkar, Sony menjelaskan mengapa perencanaan transportasi umum oleh Pemkot Bandung tidak direncanakan dengan baik. Seperti saat peresmian koridor 5 TMB jurusan ST Hall-Antapani pada November 2019 lalu, menurut Sony, ketika koridor tersebut diresmikan jalur itu belum memiliki halte pendukung. “Jika dikatakan tanpa perencanaan, ya memang betul tidak direncanakan dengan baik pembangunan halte itu. Akibatnya ya tadi ada beberapa temuan, bahwa halte itu jadi tempat gelandangan, tempat PKL, dan juga menjadi tempat-tempat kumuh dan ini sangat disayangkan,” tuturnya. Sony menilai, Pemkot Bandung seharusnya bisa melakukan perencanaan matang sebelum dilakukan pembangunan. Terutama yang berhubungan dengan transportasi publik termasuk halte. “Perencanaan halte, perencanaan angkutan umum itu sebenarnya tidak harus direncanakan dengan menggunakan proyek yang besar. Itu kan kita tinggal bisa lihat demand atau kebutuhannya seperti apa,” ungkapnya. “Contoh, untuk TMB itu sudah direncanakan koridor-koridornya. Terus tinggal kita siapkan kendaraannya, baru kita bangun haltenya jadi penyiapan bis dan haltenya harus beriringan jangan sendiri-sendiri,” ujarnya. Meski begitu, Sony mengakui kasus halte yang dibangun secara ‘asal-asalan’ ini tak hanya terjadi di Kota Bandung. Menurutnya, hampir di setiap kota besar memiliki masalah yang sama. “Hampir di semua kota. Itu kadang kecenderungannya adalah yang penting ada dulu, yang penting bangun dulu. Masalah dia (halte) berfungsi atau tidak terus dirawat atau tidak itu gimana nanti. Pemerintah Itu gak boleh cara berpikir seperti itu. Jika begitu, menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki perencanaan yang baik,” katanya. Baca Juga: Fokus Bandung: Masih Mau Nunggu di Halte? Dia berharap Pemkot Bandung bisa melakukan perencanaan yang baik sebelum melakukan pembangunan fasilitas publik, khususnya halte. Menurutnya pembangunan tidak perlu mewah, namun dirawat dengan baik sehingga masyarakat betah dalam menggunakan fasilitas tersebut. Berdasarkan kajian Bappenas bersama Bank Dunia pada 2019, tiga kota besar di Indonesia yaitu Jakarta, Surabaya, dan Bandung masuk ke dalam daftar kota termacet di Asia. Adapun salah satu penyebabnya kemacetan di kota besar tersebut akibat terbatasnya angkutan umum rata-rata kurang dari 20 persen. Kemacetan mungkin sudah menjadi pemandangan biasa di kota kembang, kota terbesar keempat di Indonesia dengan jumlah penduduk hampir mencapai tiga juta jiwa. “Pokoknya angkutan umum itu sesuatu yang harus di Kota Bandung. Makannya Pemkot Bandung itu bisa mengajak semua pihak untuk sama-sama membangun angkutan umumnya,” ungkapnya. “Kegiatan untuk mengoptimalkan angkutan umum di Kota Bandung itu kerja bareng mulai dari pemerintah, masyarakat, akademisi, dan stakeholder lain. Itu kita sharing dan lakukan untuk kemajuan transportasi umum yang lebih baik,” tuturnya. Langkah Pemkot Bandung Mengatasi Kemacetan dengan Tranformasi Transportasi
Pemudik gunakan sepeda motor saat melintas di Jalan Raya Padalarang, Bandung Barat, 27 April 2022. (Ayobandung.com/Irfan Al-Faritsi)
Wali Kota Bandung Yana Mulyana mengungkapkan, saat ini pihaknya sedang berfokus membenahi transportasi publik. Salah satunya membuat tranformasi transportasi dengan mengubah angkot menjadi bis yang bekerja sama dengan pengusaha angkutan. “Kalau Bandung transportasi publik menjadi prioritas, kami Pemkot karena kita cukup sulit nambah ruas jalan lebar jalan. Maka kita harus mengupayakan mengalihkan orang dari menggunakan transportasi pribadi ke transportasi publik,” ujar Yana Mulyana, di Balai Kota Bandung, 18 Agustus 2022. Dikatakan Yana, saat ini hal tersebut sudah masuk dalam rencana kerja Dinas Perhubungan Kota Bandung. Meski diakuinya, belum ada sosialisi lebih lanjut terkait teknis bantuan yang akan diberikan. Baca Juga: Judul Lagu Halo-halo Bandung Terinspirasi dari Radio Malabar “Temen-temen pengusaha sudah siap (angkot menjadi bis), yang saya tangkap kemarin karena dinas terkait belum menyosialisasikan ke Komisi C soal teknis bantuan. Karena bisa jadi pertanyaan armadanya gimana, padahal armada disiapkan sama koperasi seperti Kopamas, Kobutri, dan lainnya,” ujarnya. Nantinya, kata Yana, akan ada kemungkinan pemberian subsidi kepada pengemudi angkutan setelah peralihan angkot menjadi bis. Tujuannya, agar transportasi publik di Kota Bandung tetap berjalan dengan baik. “Jadi lebih ke subsidi pengemudi. Mereka tidak kejar storan karena digaji, jadi penumpang berapa pun dia jalan terus transportasi publik ini,” ujarnya. “Jadi kita butuh membangun transportasi publik yang terintegrasi termasuk pembenahan fasilitas, ya termasuk selter yang tidak kepakai sekarang kita sudah ada selter yang mininmalis,” katanya.