“Kalau hanya para pelakunya dipenjarakan, tetapi aset hasil korupsi tetap mereka kuasai atau disimpan di luar negeri tanpa dikembalikan kepada negara, maka penegakan hukum seperti itu tidak banyak manfaatnya bagi pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Kalau uang hasil korupsi mereka kembalikan, pelakunya dimaafkan, uang tersebut masuk ke APBN untuk mensejahterakan rakyat,” lanjutnya.
Terhadap pelaku korupsi di dunia usaha misalnya, kata Yusril, dipersilahkan meneruskan usahanya dengan cara yang benar dan tidak mengulangi praktek rasuah lagi. Dengan begitu, usaha yang digeluti tidak tutup ataupun bangkrut.
Negara pun mendapatkan manfaat dengan tetap menerima pajak, tenaga kerja yang tidak menganggur, serta pabrik yang tidak menjadi besi tua.
Penegakan hukum dalam menangani korupsi menurutnya harus dikaitkan dengan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat, bukan bertujuan hanya untuk memenjarakan pelaku.
Yusril mengatakan, Prabowo sebagai kepala negara dan pemerintahan memiliki kewenangan memberikan amnesti dan abolisi terhadap tindak pidana apapun, termasuk tindak pidana korupsi. Sebagaimana amanat konstitusi, bahwa sebelum memberikan amnesti dan abolisi, presiden pun akan meminta pertimbangan DPR.
Para menteri juga siap memberikan penjelasan ke DPR, jika nanti Presiden telah mengirim surat meminta pertimbangan.
“Presiden mempunyai beberapa kewenangan terkait dengan apa yang beliau ucapkan di Mesir, terkait penanganan kasus-kasus korupsi, yaitu kewenangan memberikan amnesti dan abolisi terhadap tindak pidana apa pun dengan mengedepankan kepentingan bangsa dan negara,” ungkap Yusril.