DKI (ANTARA) – Jakarta menjadi salah satu dari 37 provinsi se-Indonesia yang akan mengadakan pemilihan kepala daerah tahun ini, dengan tiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur.Ketiga pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur itu adalah Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) nomor urut 1, Dharma Pongrekun-Kun Wardana (Dharma-Kun) dari independen nomor urut 2 serta Pramono Anung-Rano Karno (Pram-Doel) nomor urut 3.Penyelenggara pemilu khususnya tingkat provinsi yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta pun berupaya memastikan seluruh kelompok masyarakat memperoleh informasi yang utuh mengenai kepemiluan dan menggunakan hak pilih mereka.Untuk itu, sosialisasi kepada para pemilih dilakukan secara menyeluruh, termasuk menjangkau kelompok disabilitas.Kendati dari total pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT) Jakarta sebanyak 8.214.007 orang, jumlah pemilih difabel tidak mencapai 1 persen atau tepatnya hanya 0,7 persen atau 57.881 orang, mereka tetap harus memperoleh informasi yang menyeluruh dan menjadi paham akan hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara.Hal itu selaras dan sesuai dengan tagline KPU DKI, “Suara Kita Masa Depan Jakarta”, maka satu suara menjadi sangat berharga.Kegiatan sosialisasi bahkan tetap diadakan pada momen H-1 masa kampanye berakhir di kawasan Jakarta Timur, menyasar ratusan penyandang disabilitas. Sebagian dari mereka ini tergabung dalam Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) DKI Jakarta.Dalam sosialisasi, penyelenggara pemilu mengajak pemilih bukan hanya mencoblos pada hari pungut suara, melainkan juga proaktif.Hal itu terutama apabila menemukan TPS yang tak mudah diakses, meliputi lokasi dan desain, tak adanya alat bantu tunanetra (ABTN), hingga formulir pendamping bagi penyandang disabilitas yang membutuhkannya.Ketua KPU DKI Jakarta Wahyu Dinata meminta para pemilih dapat melaporkan kekurangan yang ditemukan, dengan menyertakan nomor TPS, kelurahan.Dia berjanji akan menindaklanjuti laporan tersebut melalui KPU kabupaten/kota.Merespons kegiatan sosialisasi itu, para difabel menyatakan hasil kegiatan tersebut amat membantu dan sangat positif. Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) DKI Jakarta, Leindert Hermeinadi menyampaikan anggotanya antusias, walau kegiatan berlangsung singkat.Hal ini kata dia, terbukti dari sebanyak 80 persen peserta sosialisasi dari berbagai organisasi disabilitas yang hadir dalam kegiatan tersebut. Bagi Leindert, kegiatan sosialisasi untuk mereka menjadi bukti penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak bagi disabilitas dari penyelenggara pemilu.”Kami merasakan benar-benar adanya kebersamaan. Kami apresiasi. KPU ke depan harus bisa lebih baik. Kami ingin siapapun yang nanti terpilih bisa berkolaborasi. Kita bisa menyampaikan pesan pada mereka yang terpilih,” kata Leindert.Di lain sisi, sosialisasi pemilu juga diadakan di panti khusus untuk disabilitas binaan Dinas Sosial DKI Jakarta. Dinas Sosial saat ini membina delapan panti khusus untuk disabilitas yakni disabilitas fisik, mental, sensorik, dan intelektual.Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial DKI Jakarta, Maria Margaretha mengatakan sosialisasi kepemiluan pada pemilih di panti khusus difabel dilakukan tiga kali, yakni dua kali untuk pemilihan presiden, dan satu kali untuk pilkada. Dia meyakini sebanyak 3.025 orang pemilih di panti binaan pun telah siap menggunakan hak pilihnya.Jaminan KPU DKISaat ini hanya kurang dari sepekan menjelang waktu pungut suara. Walau begitu, masih ada kekhawatiran melanda pemilih difabel.Rosadi salah satunya. Pemilih disabilitas netra itu mempertanyakan ketersediaan alat bantu tunanetra (ABTN) di TPS.Selain dia, ada pula pemilih disabilitas rungu yang ragu dapat memilih karena tak kunjung menerima formulir C Pemberitahuan atau kerap disebut oleh masyarakat sebagai undangan memilih.KPU DKI menyatakan ABTN dan logistik lainnya sudah harus ada di TPS maksimal satu hari menjelang hari pencoblosan atau 26 November 2024. Alat ini tersedia satu unit di setiap TPS.Berdasarkan data, jumlah TPS di Jakarta sebanyak 14.835. Dengan demikian jumlah ABTN yang disediakan pun sama dengan jumlah TPS tersebut.Pemilih difabel yang membutuhkannya dapat meminta pada petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) di TPS masing-masing.Selain ABTN, khusus untuk disabilitas netra kelompok kurang penglihatan (low vision), KPU DKI membolehkan mereka membawa alat bantu seperti senter atau kaca pembesar di bilik suara. Nantinya, mereka hanya perlu menginformasikan pada petugas KPPS terkait alat bantu yang diperlukan.Lalu, bagi pemilih yang tidak terbiasa menggunakan ABTN, agar hak pilih mereka tetap terlindungi, maka dibolehkan membawa pendamping.Syarat pendamping dari KPU yakni sosok yang dapat dipercaya, menandatangani formulir C pendampingan dan menjaga kerahasiaan pilihan pemilih. Mereka dapat meminta formulir pada hari pungut suara pada petugas.Kemudian, guna menjawab kekhawatiran pemilih terkait formulir C Pemberitahuan, Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat KPU Provinsi DKI Jakarta, Astri Megatari menegaskan surat ini bukan tanda hak pilih.Ini artinya, mereka yang sudah memenuhi syarat sebagai pemilih salah satunya berusia 17 tahun, tetap dapat menggunakan hak pilihnya walau tak menerima formulir C Pemberitahuan.Pemilih bisa langsung datang ke TPS sesuai domisili sembari membawa KTP elektronik, atau identitas kependudukan digital (IKD) atau biodata kependudukan.Jaminan pelayanan juga diberikan KPU DKI bagi pemilih difabel selama proses pungut suara di TPS. Dari sisi desain TPS, KPU mensyaratkan lebar pintu masuk dan keluar setidaknya 90 cm dan tinggi meja pencoblosan tidak boleh lebih dari 35 cm.Kemudian, pemilih disabilitas, wanita hamil dan lansia, nantinya mendapatkan tempat di paling depan kursi antrian. Mereka boleh memberikan hak suara tanpa harus antri, dengan persetujuan dari pemilih yang dilewatinya.Di lain sisi, KPU membagikan panduan terhadap pemilih disabilitas pada para petugas KPPS. Harapannya, kata Astri, ini mewujudkan standar pelayanan yang sama terhadap semua pemilih.Panduan ini secara umum memuat perlakuan semestinya petugas pada disabilitas netra, daksa, dan rungu. Pada disabilitas netra misalnya, ada anjuran untuk menyentuh pundak atau tangan pemilih saat hendak memulai pembicaraan, dan menghindari penggunaan kata samar.Lalu bagi disabilitas daksa, ada anjuran untuk mensejajarkan posisi dengan pemilih dan menawari mereka posisi duduk di pinggir barisan agar bisa bergerak lebih leluasa.Kemudian, untuk disabilitas rungu, ada anjuran menepuk bahu mereka saat akan berbicara, lalu berbicaralah dengan gerak mulut yang jelas dan pelan agar dapat mereka baca. Petugas sebaiknya menggunakan bahasa tubuh dan ekspresi tubuh untuk membantu berkomunikasi.Petugas diminta tidak meminta penerjemah bahasa isyarat atau keluarga pemilih atau rekan pemilih untuk menjawab pertanyaan pemilih.Adapun bagi pemilih yang tidak mendapatkan pelayanan yang maksimal dari petugas KPPS, maka diminta segera memberitahu KPU DKI, agar dapat segera ditindaklanjuti melalui KPU kabupaten/kota.KPU RI menyatakan Pemilu 2024 adalah pemilu inklusif, artinya pemilihan umum dirancang untuk memastikan bahwa setiap warga negara memiliki kesempatan yang setara untuk berpartisipasi dalam pemilihan politik. Ini termasuk untuk disabilitas.Guna mewujudkan itu, penyelenggara pemilu melakukan sejumlah upaya mulai dari sosialisasi hingga penyediaan fasilitas bagi pemilih difabel saat proses pungut suara.Hasil usaha ini akan terlihat dalam beberapa hari ke depan. Semoga sesuai dengan harapan dan usaha yang dilakukan.. Bawaslu DKI nilai KPU sudah fasilitasi pemilih disabilitas
. KPU sebut pemilih disabilitas dan lansia diprioritaskan di TPS
. Legislator minta perangkat daerah permudah akses pemilih disabilitas
. Alat bantu pemilih tunanetra boleh dibawa ke bilik suara
. KPU DKI optimalkan pemutakhiran data disabilitas untuk pilkadaEditor: Primayanti
Copyright © ANTARA 2024