GELORA.CO – Di Kalimantan Utara, belasan tahun lamanya -tepatnya sejak tahun 2011- masyarakat Desa Mangkupadi dan Tanah Kuning, Kecamatan Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan harus menelan pil pahit lantaran tanahnya yang sudah bersertifikat hak milik (SHM) coba dirampas oleh perusahaan perkebunan sawit. Menurut warga perebutan itu dilakukan dengan cara menindih SHM menggunakan sertifikat hak guna usaha (HGU). Tanah seluas 13 hektar yang sudah puluhan tahun menjadi tumpuan untuk warga menyambung hidup itu ingin diambil cuma-cuma tanpa menggunakan skema pembebasan lahan.Warga tak tinggal diam, pada 2012 atau setahun setelah perampasan itu mereka melakukan perlawanan dengan berdemonstrasi serta menyampaikan aspirasi ke DPRD setempat. Mereka menang, tanah yang sudah berstatus SHM sejak 2009 dan ditindih HGU dikembalikan kepada warga meski tak seluruhnya.Usai lahannya dikembalikan, warga kemudian coba mengurus legalitasnya. Khususnya untuk lahan yang belum berstatus SHM. Namun kebahagiaan warga tak berlangsung lama, warga kembali dihantui kecemasan sebab pada akhir 2015, SHM itu kembali ditarik oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).Hingga pada 2016 masyarakat mengorganisir dirinya dengan membentuk organisasi Aliansi Desa Menggugat, melalui organisasi ini warga menggalang kekuatan dan melakukan aksi agar hak atas lahannya dikembalikan. Menurut narasumber kami, BPN mengambil kembali SHM milik warga dengan cara memaksa, banyak juga warga yang diintimidasi dan diancam dengan hukuman, sehingga banyak di antara mereka yang tidak berani melawan.Lima tahun setelah warga diperbolehkan menggarap lahannya, mereka kembali dihadapkan pada situasi yang menyesakkan dada. Pada 2021 wilayah itu masuk pada wilayah rencana pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN), pemerintah disebut akan membangun Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI). Di tahun yang sama, Joko Widodo yang kala itu masih menjabat sebagai Presiden Indonesia, melakukan groundbreaking di proyek tersebut.Rencananya, ada beberapa kegiatan industri yang akan beroperasi di sana, mulai dari industri petrokimia, industri baja, industri manufaktur polycrystalline atau panel surya, industri aluminium, dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) captive. PSN ini rencananya akan dibangun di atas lahan seluas sekira 30 ribu hektare dan akan mengorbankan setidaknya tiga desa, yakni Mangkupadi, Tanah Kuning, dan Desa Binai.Nahasnya, lahan SHM milik warga yang ditindih HGU itu justru dijual untuk kepentingan PSN. Penggusuran terhadap warga pun masif terjadi. Perlawanan yang dilakukan warga berujung pada pemenjaraan. Setidaknya ada lima warga yang harus mendekam di balik jeruji besi karena mempertahankan lahan miliknya, mereka dituduh melanggar Undang-Undang Kedaruratan.Karena warga masih menolak untuk direlokasi, akhirnya pemerintah setempat mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) soal Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Sebelum adanya Perda tersebut, harga tanah masih berada di kisaran Rp58.000 hingga Rp73.000 per meter, namun setelah muncul Perda harga tanah terjun menjadi Rp5.000 hingga Rp6000 per meter. Lahan pemukiman dihargai Rp6000 sedangkan lahan perkebunan Rp5000. “Jadi seharga sayur gitu,” beber narasumber kami.