Terkini – Sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Muara Enim tengah menjadi sorotan tajam. Koalisi Keadilan, melalui Koordinatornya, Fuad Adnan, mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengabulkan gugatan yang diajukan pasangan H. Nasrudin Umar-Lia Anggraeni (HNU-LIA).
Mereka menilai bukti-bukti yang dihadirkan cukup kuat untuk membuktikan adanya pelanggaran serius dalam proses pemilihan.
Baca juga: Sengketa Pilkada Muara Enim: Dugaan Kecurangan TSM dan Potensi Putusan MK“Melihat fakta yang disampaikan di persidangan dan yang terungkap di media, sulit membayangkan MK menolak gugatan ini. Ada DPT siluman, pemilih ganda, hingga tanda tangan palsu yang mencederai integritas Pilkada,” ujar Fuad dalam pernyataan resminya pada Senin, 20 Januari 2025.
Menurut Fuad, bukti pelanggaran tersebut menunjukkan ketidakabsahan hasil Pilkada. Ia menegaskan, MK memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga keadilan dan memastikan suara rakyat Muara Enim benar-benar dihargai.
“Hakim Konstitusi harus jeli melihat manipulasi suara dan penyalahgunaan wewenang yang mencederai demokrasi di Muara Enim,” katanya.
Petitum: Menuntut Pemilu Ulang
Baca juga: Pemilu Sulsel dalam Sorotan: Dugaan Suara Siluman Mengemuka di Sidang MKGugatan hukum yang diajukan tim HNU-LIA mencakup tiga petitum utama: pembatalan Keputusan KPU Muara Enim tentang penetapan hasil pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, pendiskualifikasian pasangan calon Edison-Sumarni, serta pemungutan suara ulang (PSU) di empat kecamatan, yaitu Lawang Kidul, Muara Enim, Ujan Mas, dan Empat Petulai Dangku.
Pengacara senior OC Kaligis, yang menjadi bagian dari tim hukum HNU-LIA, menegaskan pentingnya keputusan MK untuk menegakkan keadilan.
“Keadilan harus ditegakkan demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi. Pilkada adalah cerminan aspirasi rakyat. Jika terjadi manipulasi, maka itu adalah pengkhianatan terhadap hak rakyat,” tegasnya dalam persidangan.
Manipulasi dan Aspirasi Rakyat
Baca juga: Isyarat PSU Pilkada Muara Enim: Kejanggalan, Gugatan, dan Taruhan DemokrasiFuad Adnan juga mengingatkan MK bahwa lembaga tersebut adalah penjaga terakhir demokrasi. Ia berharap MK tidak hanya fokus pada teknis hukum, tetapi juga mendengar aspirasi masyarakat Muara Enim yang merasa dicurangi.
“Keputusan yang adil akan mengembalikan kepercayaan publik terhadap proses pilkada dan demokrasi secara umum,” katanya.