Pemberantasan Korupsi Butuh Tindakan Tegas, Bukan Memberi Koruptor Kesempatan Tobat

Pemberantasan Korupsi Butuh Tindakan Tegas, Bukan Memberi Koruptor Kesempatan Tobat

20 December 2024, 16:41

JAKARTA, KOMPAS.com – Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada (UGM) Zaenur Rohman mengatakan, upaya pemberantasan korupsi lebih memerlukan penguatan terhadap penindakan ketimbang memberikan kesempatan terhadap pelaku tindak pidana korupsi (tipikor) bertobat dengan mengembalikan kerugian keuangan negara.
Sebagaimana diketahui, Presiden Prabowo Subianto sebelumnya sempat meminta para koruptor untuk mengembalikan apa yang sudah dicuri dari negara. Untuk itu, dia memberi kesempatan para koruptor tersebut bertobat.
“Menurut saya, alih-alih menawarkan pengampunan, yang justru dilakukan adalah membuat instrumen yang efektif untuk mendukung dan mendorong pemberantasan korupsi,” kata Zaenur kepada Kompas.com, Kamis (19/12/2024).
Zaenur menyebut, pemerintah seharusnya merevisi Undang-Undang (UU) Tipikor untuk mengembalikan independensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan melakukan kriminalisasi terhadap illicit enrichment atau pengayaan secara tidak wajar.
Baca juga: Koruptor Diberi Kesempatan Tobat, Ancaman Bagi Pemberantasan Korupsi?
“Sehingga, jika ada harta penyelenggara negara yang tidak wajar maka harus membuktikan secara terbalik asal usulnya. Apabila tidak bisa membuktikan maka harta itu dirampas untuk negara,” ujarnya.

Kemudian, segera mengesahkan UU Perampasan Aset dan UU Pembatasan Transaksi Uang Kartal.
“Jadi, sekali lagi bukan dengan janji-janji pengampunan. Karena janji itu justru sangat berbahaya. Ini bisa menjadi insentif bagi pelaku tipikor, ‘ah tidak apa-apa korupsi toh bisa diampuni, gitu kan. Itu menjadi sinyal yang buruk,” kata Zaenur.
Tak hanya menyediakan regulasi yang mendukung pemberantasan korupsi, Zaenur mengatakan, aparat penegak hukum juga harus menindak tegas pelaku korupsi.
Apalagi, menurut Zaenur, dalam Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 yang kemudian diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Tipikor, tegas disebutkan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapus perbuatan pidana.
“Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3,” demikian bunyi Pasal 4 UU Tipikor.
Baca juga: Beri Kesempatan Koruptor Tobat, Prabowo: Kembalikan yang Kau Curi, Mungkin Kita Maafkan
Zaenur juga mengatakan, dalam prakteknya pemberian pengampunan justru akan membuat kesan lemah dari upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
“Secara praktik tidak mungkin juga pelaku korupsi itu mau mengembalikan hanya karena kata-kata, hanya karena omon-omon. Pelaku korupsi itu akan gentar dengan bentuk penindakan,” ujarnya.
“Jadi, mereka tidak akan gentar hanya diancam secara lisan meskipun oleh Presiden karena selama ini mereka toh sudah lolos dari jeratan aparat penegak hukum,” kata Zaenur lagi.
Namun, Zaenur mengatakan bahwa sistem pengampunan terhadap pelaku tindak pidana korupsi terbuka dilakukan. Tetapi, hanya untuk pelaku korporasi, bukan perorangan.
Baca juga: Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo soal Beri Kesempatan Koruptor Tobat
Dia mengungkapkan, hal itu dilakukan di Inggris melalui penerapan Deferred Prosecution Agreement (DPA), yakni penuntutan tidak dilakukan karena telah mengembalikan kerugian negara dan membayar sejumlah dendanya.

Partai

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Negara

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi