MerahPutih.com – Pelaksaan Pelaksanaan Pemilu 2024, yang kemudian diikuti pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara serentak, menjadi tantangan selama sejarah demokrasi di Indonesia.
Ketua Badan Pengawas Pemilu Rahmat Bagja menegaska, ada perbedaan pengaturan di Pemilu 2024 ini. Dan penyelenggara belum punya pengalaman.
Baca Juga:
Partai PRIMA akan Gugat KPU ke Bawaslu
“Tantangannya adalah menggunakan dua undang-undang yang berbeda, yaitu UU Pemilu dan UU Pemilihan,” katanya, Sabtu (15/10).
Ia menegaskan, demokrasi dalam pemilu akan menghasilkan pemimpin berintegritas dan hal ini dimulai dari penyelenggara pemilu berintegritas.
KPU sebagai penyelenggara pemilu utama akan menjadi terdepan, Bawaslu akan mengawasi di belakang untuk menghadirkan keadilan pemilu.
“Dalam UU 7/2017 demokrasi ini dilaksanakan dengan ‘rule of law’ yang menjadi induk Bawaslu dalam bekerja dengan mandiri, jujur, adil, terbuka, profesional, efektif, dan efisien,” tegas alumnus sarjana hukum dari UI ini.
Ia menuturkan, KPU melaksanakan tahapan pemilu, Bawaslu melakukan pengawasan dalam setiap tahapan pemilu, dan DKPP mengawasi kode etik penyelenggara pemilu.
“Ketiganya dalam ekologi menjadi satu penyelenggara pemilu,” tambah dia.
Kewenangan Bawaslu, Bagja sebut mengalami evolusi. Bawaslu sebelumnya berbentuk ad hoc (sementara), kini menjadi permanen. Bawaslu melakukan upaya pencegahan dan penindakan, di mana penindakan terbagi dalam penanganan pelanggaran dan penyelesaian sengketa proses pemilu.
“Semakin besar kewenangannya maka semakin besar tanggung jawabnya,” tuturnya.
Bagja mengungkapkan, peluang pemilu berintegritas dapat dimulai dengan literasi dengan meningkatnya internet ‘society’.
“Dengan pemanfaatan teknologi, upaya penegakan hukum pemilu secara terbuka yang bisa diakses masyarakat khususnya para pemohon,” katanya. (Knu)
Baca Juga:
Bawaslu Tolak Laporan Penyebaran Tabloid Anies