Warta Ekonomi, Jakarta –
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Rusmin Amin memimpin langsung penyerahan tersangka dan barang bukti (tahap II) perkara tindak pidana metrologi legal yang terjadi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar (Umum) SPBU Nomor 34.413.4 Rest Area KM 42 B Tol Jakarta-Cikampek Kabupaten Karawang ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat (Jabar) di Bandung kemarin, Rabu (6/11/2024).
Penyerahan tersangka dan barang bukti kasus kecurangan SPBU di KM 42 Tol Japek merupakan tahapan proses penanganan perkara dari penyidik setelah berkas perkara dinyatakan lengkap (status P21).
Baca Juga: Perkuat Promosi Pariwisata 5 DSP dan 3B, Kemenparekraf Berkolaborasi dengan KDEI Taipei di TITF 2024
Kewenangan penanganan perkara resmi beralih dari Tim Penyidik Kementerian Perdagangan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jawa Barat melalui Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Korwas PPNS) Polda Jawa Barat.
Turut hadir Direktur Metrologi Sri Astuti, Plt. Kepala Seksi Korwas PPNS Polda Jawa Barat AKP Taufik Hidayat, Kepala Seksi Bidang Tindak Pidana Umum Kejari Kota Bandung Mumuh Ardiyansyah, dan Jaksa Penuntut Umum Kejati Jawa Barat Cucu Gantina.
”Hari ini, Kementerian Perdagangan menyerahkan tersangka dan barang bukti kasus SPBU KM km 42 Kabupaten Karawang tersebut kepada JPU Kejati Jawa Barat melalui Korwas PPNS Polda Jawa Barat. Hal itu merupakan wujud keseriusan dari Kemendag dalam menindaklanjuti temuan yang telah diekspose Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan pada 23 Maret 2024 lalu,” ucap Rusmin.
“Barang bukti tersebut berupa alat tambahan di SPBU. Diduga pemasangan alat tambahan di SPBU tersebut mempengaruhi hasil penakaran atau jumlah volume cairan bahan bakar minyak (BBM) yang diterima. Hal ini tentunya mengakibatkan kerugian pada masyarakat atau konsumen,” jelasnya, dikutip dari siaran pers Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kamis (7/11).
Rusmin menambahkan, perkara yang terjadi di SPBU ini merupakan hasil pengawasan Kemendag menjelang Hari Raya Besar Keagamaan (HBKN) pada Maret lalu. Hal ini kemudian menjadi dasar adanya dugaan tindak pidana metrologi legal.
Dari hasil pemeriksaan, terdapat bukti pelanggaran pidana dan patut diduga telah melanggar ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal. Kemudian, dilakukan penyidikan guna membuat terang tindak pidana yang terjadi untuk menemukan tersangkanya.
Rusmin menerangkan, yang dilanggar yaitu pasal 27 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal yang terkait pemasangan alat ukur, alat penunjuk, atau alat lainnya sebagai tambahan pada alat-alat ukur, akar, atau timbang yang sudah ditera atau ditera ulang. Pelanggarannya dapat dikenakan sanksi pidana penjara satu tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp1 juta.
”Tahun ini Ditjen PKTN sudah menangani empat perkara terkait metrologi legal. Hasilnya, satu perkara sudah diputuskan pengadilan dengan mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht), dua perkara sudah berstatus P21, dan satu perkara masih dalam proses penyidikan. Hal ini tentu tidak terlepas dari dukungan dan kerja sama dengan kepolisian dan kejaksaan,” lanjut Rusmin.
Pengawasan metrologi legal adalah ujung tombak dalam meningkatkan supremasi hukum bidang metrologi legal di Indonesia. Pasal 36 UU Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal mengamanatkan Ditjen PKTN sebagai instansi pemerintah yang ditugaskan untuk melakukan pembinaan, pengawasan, pengamatan, dan penyidikan terhadap tindak pidana yang diatur dalam UU tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.