KRJogja.com – YOGYA – Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY mensosialisasikan Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI serta Pelindungan Konsumen di Novotel Suites, Yogyakarta, Selasa (12/11). Sosialisasi ini mentransmisikan kebijakan BI kepada stakeholders yang terdiri atas aparat penegak hukum, perbankan, KUPVA BB, penyedia jasa pembayaran (PJP), dan asosiasi terkait tugas BI serta ketentuan terkini yang bertujuan untuk memberikan layanan yang semakin optimal kepada masyarakat. Kepala Perwakilan BI DIY, Ibrahim menyampaikan penerbitan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) memberikan implikasi yang signifikan terhadap pelaksanaan tugas BI.
Penerbitan UU ini menjadi upaya nyata memperkuat peran regulator sektor keuangan guna menjalankan perannya dalam mendukung terselenggaranya iklim industri keuangan yang kondusif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. ” Sebagai negara urutan ke empat dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, per 2022 penetrasi seluler di Indonesia telah mencapai 137% dari jumlah penduduk. Hal ini didukung komposisi Generasi Z dan Milenial yang mendominasi populasi di Indonesia yakni sebesar 53,81% dan berkontribusi sebesar 85% terhadap transaksi digital di Indonesia,” tuturnya.
Namun demikian, berdasarkan data yang dirilis Kementerian Kominfo, indeks literasi Indonesia di tahun yang sama masih berada di angka 3,54 (dari skala 5). Hal ini menunjukkan masih tersisa banyak ruang bagi para pemangku kebijakan untuk meningkatkan literasi serta kesadaran masyarakat dalam penggunaan layanan keuangan dan sistem pembayaran digital. Hal ini bertujuan agar masyarakat sebagai konsumen dapat terhindar dari risiko kejahatan siber, social engineering, serta kesenjangan layanan yang dapat menurunkan kepercayaan konsumen dan menghambat laju pertumbuhan ekonomi. “Sebagai respons, BI terus memperkuat sinergi dengan stakeholders terkait dalam pelaksanaan pengawasan sistem pembayaran serta memperkuat kebijakan salah satunya melalui penerbitan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 3 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen BI, sebagai pembaharuan atas kebijakan sebelumnya PBI No. 22/20/PBI/2020 tentang Perlindungan Konsumen Bank Indonesia,” paparnya. Lebih lanjut, Ibrahim menyampaikan pelaksanaan mandat UU P2SK serta upaya peningkatan literasi keuangan digital masyarakat membutuhkan kolaborasi yang kuat antar lembaga untuk meningkatkan efektivitas implementasi kebijakan. Kegiatan ini menghadirkan 5 narasumber dari berbagai bidang terkait hukum, sistem pembayaran, dan transaksi keuangan. Analis Transaksi Keuangan Ahli Muda PPATK, Mardiansyah menyampaikan tindak pidana pencucian uang terbanyak menurut statistik per Juni 2024 berasal dari perjudian dan penipuan. Untuk itu PPATK bersama pihak terkait melaksanakan Rembuk Nasional dengan industri jasa keuangan pada Juni 2024 serta melakukan penyusunan Dokumen Penilaian Risiko Indonesia Terhadap TPPU dan TPPT (net risk assessment) 2025 sebagai pembaharuan atas dokumen yang telah ada sebelumnya. Selanjutnya, Laura Natalia Sembiring selaku Penasehat Hukum Senior Departemen Hukum Bank Indonesia menyebut penegasan ketentuan penyelenggaraan KUPVA BB dalam UU P2SK yakni dengan adanya pengenaan sanksi pidana bagi penyelenggara KUPVA BB yang tidak memiliki izin dari Bank Indonesia (ilegal). Pada kesempatan yang sama, Laura turut memaparkanpenanganan tindak pidana di bidang sistem pembayaran berdasarkan ketentuan pada UU P2SK. Turut hadir sebagai narasumber dalam kegiatan tersebut Dedi Noor Cahyanto selaku Analis Eksekutif DSPK BI yang memaparkan mengenai ancaman dan modus fraud terkini di bidang sistem pembayaran, Lidya Driaryani selaku Kepala Divisi Persetujuan SP Ritel DKSP Bank Indonesia yang menyampaikan terkait Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030 dan perizinan sistem pembayaran, serta Agus Wahyudi selaku Kepala Unit Implementasi Pengelolaan Uang Rupiah KPwBI DIY yang menyampaikan terkait Strategi Penanggulangan Uang Palsu. (Ira)