Harianjogja.com, JAKARTA – Hingar bingar pesta belanja online saat tanggal cantik seperti 10.10 yang menjadi momentum peningkatan pembelian barang di e-commerce ternyata tidak dinikmati oleh kurir jasa pengiriman.Pada periode tersebut yang biasanya diramaikan dengan diskon atau promo pada sejumlah marketplace e-commerce diikuti dengan kenaikan pesanan. Sayangnya, peningkatan tersebut tidak berbanding lurus dengan pendapatan kurir saat bekerja.
Misalnya, pada periode promo 10.10 yang berlangsung pada Senin (10/10/2022) yang lalu. Saat itu, berbagai marketplace e-commerce berlomba memberikan diskon maupun promo untuk harga barang atau ongkos kirim (ongkir).
PROMOTED:
Resmikan IKM di Umbulharjo, Dinas Perinkopukm Jogja Berharap IKM Naik Kelas
Hera Abdullah, salah satu kurir, mengeluh bahwa tarif yang ada sekarang ini sama sekali tidak memberikan nilai tambah untuk pendapatan. Bahkan, kurir tidak bisa menabung karena upah yang diterima sudah habis untuk kebutuhan sehari-hari.. Datangi Polres Metro, Lesti Temui Rizky Billar“Pendapatan kami tiap hari selalu habis, tidak ada sisa untuk bisa ditabung. Kami [para kurir] yang di bawah ini mengais-ngais untuk hidup,” ujarnya.Asosiasi Driver Online (ADO) menilai hulu permasalahan tersebut ada pada tarif yang tidak teregulasi dengan baik. Untuk diketahui, saat ini tarif jasa kurir atau pos diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) No. 1/2012 tentang Formula Tarif Layanan Pos Komersial.”Memang Dirjen [Penyelenggaran] Pos [dan Informatika] tidak mengeluarkan acuan tarif seperti ojol [ojek online]. Tarif tersebut akan muncul ketika penyelenggaran pos melaporkan kegiatan mereka,” terang Ketua Umum ADO Taha Syafaril saat ditemui di Wisma Antara, Jakarta, Rabu (13/10/2022).Menurutnya, regulasi tarif yang tidak diatur ketat dan hanya dibiarkan ke pasar berpotensi merugikan kurir yang merupakan mitra dari perusahaan aplikasi online.
Belum lagi, lanjut Taha, sistem kemitraan yang dinilai bermasalah ketika perusahaan memiliki wewenang untuk memberikan suspensi (suspend) kepada mitra pengemudi atau kurir ketika adanya keluhan dari pelanggan.”Mereka [perusahaan aplikasi] berhak suspend kita dan mengatur algoritma akun kita kalau ada laporan pelanggan. Bagaimana dengan esensi on-demand gig economy, padahal hubungan kita dengan perusahaan itu B2B dan dengan customer C2C. Kita juga berhak menilai customer, harus ada batasan yang dipagari,” terang Taha.Adapun, aspek regulasi tarif maupun kemitraan kurir ini sudah lama menjadi sorotan. Sebelumnya bahkan ada petisi untuk menuntut Kementerian Komunikasi dan Informatika agar merevisi Formula Tarif Layanan Pos Komersial di Change.org yang sudah tembus 11.000 tanda tangan.
Menurut Taha, perusahaan pengiriman berlindung di balik aturan Formula Tarif Layanan Pos Komersial. Hal itu, lanjutnya, membuat perusahaan tidak pernah memberikan ruang diskusi dalam penentuan tarif.Taha mengatakan banyak aplikator, atau perusahaan penyedia aplikasi, yang mulanya bergerak di bidang transportasi penumpang namun di tengah jalan kemudian tiba-tiba menyediakan layanan pengangkutan.”Masalahnya, kurir di lapangan tidak pernah diajak berdiskusi soal tersebut, sehingga para driver yang kemudian menjadi kurir dipaksa mau untuk mengangkut barang,” jelas Taha, Rabu (12/10/2022).Dia menegaskan bahwa perusahaan aplikasimenyediakan matrix allocation risk, atau analisis risiko dari setiap pengangkutan. Matriks tersebut bisa menjadi salah satu acuan dalam menentukan tarif.
Kendati demikian, Taha mengatakan matriks itu tidak pernah dikomunikasikan dengan mitra pengemudi atau mitra kurir di lapangan. Oleh sebab itu, menurutnya banyak pengemudi ojek online sepeda motor mengangkut barang besar seperti lemari pendingin atau bahkan mesin cuci.
“Kami ingin pemerintah juga bisa membuat peraturan yang manusiawi. Kami ingin pemerintah hadir di tengah-tengah kami dan aplikasi,” ujar Taha.Direktur Eksekutif Emancipate Indonesia Margianta Surahman menilai periode promo pada tanggal cantik seharusnya juga sejalan dengan kesejahteraan mitra kurir.”Setiap tanggal cantik selalu ada diskon murah seperti 10.10. Tapi pesan kami pada konsumen dan pegiat ekonomi digital bahwa kesejahteraan kurir harus diperhatikan. Di balik ongkir urah ada situasi dan kondisi yang tidak manusiawi dialami oleh kurir,” jelasnya.
Memang, jika mengacu pada Permenkominfo No.1/2012, formula tarif layanan pos komersial ditetapkan dengan perhitungan berbasis sejumlah komponen biaya ditambah marjin. Namun, tidak ada besaran tertentu yang ditetapkan oleh Kemkominfo.Pada pasal 5 ayat 1, penyelenggara pos menetapkan besaran tarif berdasarkan formula yang disebutkan pada pasal sebelumnya, dan dikurangi marjin. Besaran tarif disebut tidak boleh lebihbrendah dari harga pokok produksi.Pada pasal 3, komponen perhitungan tarif terdiri atas biaya tetap dan tidak tetap. Sementara itu kelompok biaya komponen perhitungan tarif meliputi kelompok biaya operasi/produki, biaya pemasaran, administrasi, biaya umum, dan biaya yang tidak bersinggungan langsung dengan proses produksi.Hal tersebut berbeda dengan regulasi tarif angkutan online penumpang yakni ojek online (ojol), yang teranyar diatur oleh Keputusan Menteri Perhubungan (KM) No.KP 667/2022. Terdapat tarif batas atas (TBA) yang ditentukan dan besaran tarif berdasarkan sistem zonasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : bisnis.com