Yogyakarta, Gatra.com – Pertemuan para politisi terus berlangsung jelang pemilihan presiden 2024. Ketua DPP PDIP Puan Maharani bersua Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, di Monas, Jakarta, Sabtu (8/10), menyusul kunjungan bakal capres Nasdem, Anies Baswedan, ke Ketum Partai Demokrat Agus Harimurty Yudhoyono (AHY), kemarin.
Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies (IPS) yang juga dosen komunikasi politik UGM, Nyarwi Ahmad, menyebut pertemuan Puan dan Airlangga langkah bagus.
“Keduanya sama-sama pernah punya pengalaman dalam mengelola pemerintahan sebagai Menteri Koordinator. Keduanya juga sama-sama pernah berpengalaman sebagai anggota maupun pimpinan di DPR,” ujarnya.
Untuk itu, menurut Nyarwi, pertemuan keduanya bisa membuka jalan lebar koalisi antara PDIP dan Golkar menuju Pilpres 2024 mendatang.Pertemuan kedua tokoh ini bahkan sangat memungkinkan untuk menarik gerbong KIB yang dipimpin oleh Golkar untuk menjalin blok koalisi politik yang lebih besar dengan PDIP.
“Kondisi ini memungkinkan karena kedua partai yang ada dalam koalisi tersebut, PAN dan PPP, juga memiliki pengalaman bersama sebagai partai pendukung pemerintahan Jokowi saat ini,” tuturnya.
Namun batu sandungan duet Puan- Airlangga adalah soal elektabilitas keduanya jika berpasangan sebagai capres-cawapres. “Data-data survei yang disampaikan oleh lembaga-lembaga riset yang kredibel, elektabilitas keduanya masih satu digit. Akselerasi elektabilitas keduanya dari waktu ke waktu juga belum bisa meroket,” katanya.
Isu elektabilitas memang tidak jadi masalah di lingkungan internal PDIP hingga saat ini. Namun, kata Nyarwi, isu ini sangat potensial akan menjadi pertimbangan serius di jajaran pimpinan Partai Golkar.
“Dinamika internal partai Golkar bisa saja memanas jika partai ini hendak mengusung figure dengan elektabilitas yang lemah. Partai Golkar saya yakin tidak akan kehilangan kesempatan untuk bisa menjadi salah satu partai pemenang dalam Pileg dan Pilpres 2024 mendatang,” katanya.
Adapun pertemuan Anies-AHY diwarnai kode soal peluang AHY sebagai cawapres Anies yang makin besar. Apalagi Ketua Umum Nasdem Surya Paloh memberikan semacam ‘hak prerogratif’ kepada Anies untuk menentukan cawapres. “Dari aspek personality, keduanya juga tampak memiliki ‘chemistry’ yang kuat,” kata Nyarwi.
Namun, selain kode itu, menurut Nyarwi, ada dua faktor yang sangat menentukan duet itu terwujud. Pertama, dukungan dari parpol-parpol lain yang potensial menjadi mitra koalisi Nasdem, khususnya PKS.
“Pertanyaannya, sejauh mana PKS rela kehilangan tiket cawapres jika Anies memilih AHY sebagai cawapresnya. Kita tahu PKS juga merupakan salah satu tipikal partai di Indonesia yang dikenal sebagai partai kader, selain partai PDIP,” kata dia.
Hampir sama dengan PDIP, PKS juga sangat getol untuk memajukan ‘kader internal’ di kontestasi pemilu. “Kalau melihat kecenderungan seperti ini, maka nasib AHY untuk menjadi cawapres Anies, akan berada di tangan pimpinan PKS, khususnya Majelis Syuro PKS,” ujarnya.
Faktor kedua adalah daya ungkit elektabilitas AHY sebagai cawapres jika nanti dipilih Anies sebagai cawapres. Jika kita simak dari data-data survei yang dirilis oleh lembaga-lembaga riset kredibel, akselerasi tingkat elektabilitas AHY masih datar.
“Jika elektabilitas AHY, sebagai sosok cawapres, beberapa bulan ke depan bisa lebih ‘meroket’, maka peluang dia tentu akan lebih besar untuk dipilih sebagai cawapres Anies,” katanya.