FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pengamat kebijakan publik, Gigin Praginanto, melontarkan kritik tajam terhadap dinamika politik dan pemerintahan saat ini.
Dikatakan Gigin, reputasi buruk Kepolisian yang acapkali disebut partai Cokelat, tetap mendapat dukungan besar dari big boss.
“Partai Cokelat lebih disayang big boss yang sering tampil bagai macan dan membanggakan masa lalunya sebagai prajurit pasukan khusus,” ujar Gigin dalam keterangannya di aplikasi X @giginpraginanto (1/12/2024).
Ia menilai Prabowo Subianto yang saat ini menjadi Presiden kehilangan wibawa karena segala sesuatu diatur oleh sosok mantan.
“Presiden seperti gak ada wibawa. Semua diatur mantan,” cetusnya.
Bahkan, kata Gigin, pemenang Pilgub pun disebut langsung meminta restu dari mantan presiden.
“Pemenang Pilgub pun langsung menelepon sang mantan. Mangkanya gak usah sok bergaya militer,” tambahnya.
Gigin kemudian menyentil Prabowo dengan menyarankan agar berhenti menunjukkan sikap tentara tulen secara terus-menerus.
“Meski sudah lengser dia (Jokowi) tetap kuat karena penggantinya terlalu lemah gemulai. Cuma gayanya saja seperti tentara tulen,” Gigin menuturkan.
Gigin juga menyoroti pembiaran terhadap pelanggaran HAM, pelemahan demokrasi, dan institusi seperti KPK.
“Sebelum Prabowo banyak orang pintar menutup mata dan telinga terhadap pelanggaran HAM, penggembosan demokrasi dan KPK,” tukasnya.
Ia mengingatkan bahwa sebelumnya, banyak pihak memilih bungkam dan justru menuduh oposisi sebagai anarkis atau anti-NKRI.
“Mereka bahkan menuding siapa saja yang melawan sebagai anarkis, anti NKRI dan Pancasila. Tampaknya ini mulai terulang,” jelas Gigin.
Gigin tak luput menyoroti tindakan Kapolri yang menaikkan pangkat kaki tangan Ferdy Sambo, meskipun terlibat dalam skandal pembunuhan ajudan.
“Bagi Kapolri, kaki-tangan Ferdy Sambo dalam pembunuhan ajudannya sendiri adalah patriot. Pangkat mereka pun dinaikkan. Partai Cokelat memang luar biasa,” imbuhnya.
Gigin bilang, beberapa kasus yang telah terjadi merupakan sebuah pelajaran berharga bagi pemerintahan Prabowo yang masih seumur jagung.
“Pelajaran yang bisa dipetik dari pemerintahan sekarang, tak perlu cerdas dan berprestasi untuk menjadi anggota kabinet, staf istana, direktur atau komisaris BUMN. Kemampuan menjilat jauh lebih penting,” kuncinya. (Muhsin/Fajar)