Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh menginginkan revolusi politik di Tanah Air. Apa strateginya Pak?
PinterPolitik.com
[dropcap]B[/dropcap]icara soal politik Indonesia nggak bakal ada habisnya. Apalagi melihat situasi masa kini, di mana simpati masyarakat terhadap partai politik tengah kembang kempis. Tengok aja kisruh yang terjadi dalam Partai Beringin. Mungkin hal ini yang menjadi alasan Partai Nasdem berencana untuk melakukan revolusi politik.
Kata Pak Surya Paloh, revolusi tersebut akan dilakukan secara bertahap. Mulai dari politik tanpa mahar hingga dukungan tanpa syarat. Wow, gagasan yang hebat, tapi akan jauh lebih hebat bila benar-benar diterapkan.
NasDem Ubah Citra Buruk Politik Lewat Dukungan tanpa Syarat https://t.co/bx5wM1fMJh pic.twitter.com/84uhctARCs
— METRO TV (@Metro_TV) November 14, 2017
Langit politik Indonesia memang lagi gelap akhir-akhir ini. Mungkin karena musim hujan telah tiba. Biasanya kalau sehabis hujan, pasti ada pelangi kan? Tapi kok nggak kelihatan ya? Mungkin bakal muncul saat pesta rakyat tahun depan, kali yak?
Pantes aja, ranting Pohon Beringin mulai patah satu-satu, mungkin kena sambaran petir. Banteng yang semula tidur di bawah naungan Beringin, akhirnya terbangun. Katanya mau touring keliling Nusantara. Rajawali juga nggak mau kalah. Ia mulai turun gunung untuk berburu ke kampung-kampung. Katanya biar bisa mendapat dukungan saat perhelatan pesta rakyat tahun depan.
Apakah itu bertentangan dengan pernyataan Pak Surya tentang revolusi politik? Entahlah, only God knows why yang pasti gagasan Pak Surya bakal jadi aneh dan dibenci para Poly-tikus. Sebab, itu bisa membuat kantong yang semula kembung malah jadi bolong.Tentu gagasan Pak Surya ini sebagai bentuk perlawanan terhadap politik praktis nan elastis para Poly-tikus, sehingga nggak mudah ketangkep KPK. Katanya perlu dilawan dengan strategi berpolitik secara etis atau santun. Misalnya soal penggalangan kader, nggak perlu tuntut balas budi dari sang kader. Tapi hati-hati, jangan disamakan dengan gagasan politik etis (politik balas budi) dalam trilogi Van Deventer ya, karena maksud dan zamannya berbeda. Bukan begitu?
Kalau bicara soal politik praktis dan politik etis, saya cuma bisa melongo karena memang nggak paham. Maklum wong cilik. Saya cuma paham soal payung dan hujan, karena mungkin sekarang lagi musim hujan ya? Tapi, bukan Cipayung lho ya? (K-32)