Rupiah Anjlok Imbas Konflik Timur Tengah, Sultan: Momentum Wujudkan Kemandirian Ekonomi

23 October 2004, 17:57

RILISID, Jakarta — Kurs rupiah per dolar Amerika Serikat (AS) berkisar di atas Rp17.000 pada pekan ketiga April. Ini terakhir kali terjadi empat tahun silam, di awal merebaknya pandemi Covid-19.
Selain akibat aksi saling serang antara Israel dan Iran, sikap The Fed, bank sentral AS, untuk mempertahankan kebijakan suku bunga tinggi, disebut berperan besar dalam pelemahan rupiah.Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin meminta pemerintah untuk menjadikan fenomena geopolitik tersebut sebagai momentum mewujudkan kemandirian ekonomi nasional.”Kita mengetahui bahwa dampak eskalasi geopolitik sangat berpengaruh pada gangguan rantai pasok dan keluarnya investasi asing. Maka seharusnya gejolak geopolitik memiliki makna penting bagi wacana kemandirian energi dan pangan nasional,” kata Sultan dalam keterangan resminya pada Senin (22/4/2024).Meskipun, kata Sultan, ketergantungan pada asing tidak sepenuhnya dihindari. Tapi setidaknya mampu mengupayakan peningkatan produksi bahan baku strategis seperti bahan pangan dan bioenergi di dalam negeri.”Produktivitas pangan khususnya beras juga daging dan tentunya bio-energi sebagai substitusi BBM harus menjadi prioritas utama pembangunan ekonomi nasional ke depan,” ujar mantan ketua HIPMI Bengkulu itu.Sultan mengatakan, potensi pertanian di Indonesia sangat luar biasa sebagai negara agraris. Hal ini tentunya menjadi modal penting bagi pengembangan biofuel dan ketahanan pangan nasional. “Kami berharap kerentanan rupiah akibat fenomena geopolitik saat ini menjadi pertimbangan penting bagi pemerintahan yang baru nanti dalam menyusun rencana dan strategi pembangunan nasional lima tahun ke depan. Bahwa kemandirian pada sektor pangan dan energi adalah kunci bagi pertahanan nasional,” ucap Sultan.Lebih lanjut, mantan Wakil Gubernur Bengkulu itu berharap agar pemerintah memiliki strategi khusus dalam memitigasi dampak eskalasi geopolitik di beberapa kawasan dunia saat ini. Setidaknya pemerintah harus memastikan bahwa daya beli masyarakat dan aktivitas investasi dalam negeri terus dipertahankan.”Dalam situasi seperti ini penerimaan negara non pajak melalui ekspor komoditas menjadi krusial bagi APBN agar pemerintah mampu mempersiapkan tambahan subsidi BBM bagi masyarakat. Oleh karena itu serangkaian kebijakan ekspor termasuk kebijakan DHE harus disesuaikan secara proporsional,” tandasnya. (*)

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi