Terkini – Sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Muara Enim, yang saat ini menjadi sorotan nasional, terus berlanjut di Mahkamah Konstitusi (MK).
Perkara bernomor 83/PHPU.BUP-XXIII/2025 tersebut diwarnai dengan berbagai dugaan pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Pakar Hukum Tata Negara, Oce Madril, menilai bahwa kasus ini memiliki potensi besar untuk diloloskan oleh MK.
Baca juga: Pemilu Sulsel dalam Sorotan: Dugaan Suara Siluman Mengemuka di Sidang MKBatas Waktu Pengajuan Gugatan Diperdebatkan
Salah satu isu utama dalam persidangan adalah perdebatan mengenai batas waktu pengajuan permohonan. Oce menjelaskan bahwa tenggat waktu tiga hari kerja untuk melaporkan sengketa ke MK telah dipenuhi sesuai aturan yang berlaku.
“Jika keputusan KPU dibuat pada hari Selasa, maka perhitungan tiga hari kerja dimulai dari hari Rabu, Kamis, dan berakhir Jumat. Artinya, penghitungan ini tidak bisa dimulai pada Selasa malam ketika keputusan baru saja dibuat,” jelas Oce kepada wartawan, Selasa, 21 Januari 2025.
Baca juga: MK Didesak Tegakkan Keadilan: Sengketa Pilkada Muara Enim di Ujung PenantianIa menegaskan bahwa aturan ini sudah menjadi praktik umum dalam proses hukum terkait sengketa pemilu, sehingga tidak ada alasan untuk menggugurkan laporan penggugat hanya karena persoalan teknis perhitungan waktu.
Pelanggaran TSM di Balik Sengketa Pilkada
Lebih dari sekadar perselisihan hasil penghitungan suara, Oce menekankan bahwa kasus Pilkada Muara Enim ini melibatkan dugaan pelanggaran TSM yang berimplikasi serius terhadap legitimasi hasil pemilihan.
Baca juga: Isyarat PSU Pilkada Muara Enim: Kejanggalan, Gugatan, dan Taruhan Demokrasi“Ini bukan soal ambang batas atau sekadar selisih suara kecil. Ada dugaan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif, mulai dari politik uang, pengerahan aparat, hingga laporan pelanggaran yang diabaikan oleh Bawaslu,” ujar Oce.
Ia juga menyebut dugaan pemalsuan daftar pemilih tetap (DPT) di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) sebagai salah satu bentuk pelanggaran serius yang mengancam integritas proses demokrasi.