Suara.com – Mayoritas guru rupanya setuju Ujian Nasional (UN) dihapus dan sistem zonasi dalam pendaftaran peserta didik baru (PPDB) tetap dipertahankan. Hal itu terungkap dalam survei yang dilakukan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) dengan responden guru.
Survei tersebut melibatkan 912 responden guru yang terdiri dari 58,9 persen guru di jenjang SMP/MTs, 25 persen guru SMA/MA/SMK, 10,1 persen guru SD/MI, dan 6 persen guru SLB. Mereka tersebar di 15 provinsi. Adapun secara jenis kelamin, 56,4 persen responden guru perempuan dan 43,6 persen guru laki-laki. Survei dilakukan pada 17 – 22 November 2024 dengan menggunakan google form.
Hasil dari survei menunjukan bahwa 87,6 persen responden setuju UN di hapus dan 12,4 persen setuju UN kembali dilaksanakan. Sedangkan 72,3 persen responden setuju PPDB Sistem Zonasi dipertahankan dan 27,7 persen setuju sistem zonasi dihapus.
Adapun responden yang setuju UN dihapus memberikan alasan sebagai berikut:
Baca Juga: Wapres Minta Sistem Zonasi Dihapuskan, Apa Tanggapan Masyarakat?
1. Pelaksanaan UN sebagai penentu kelulusan telah menimbulkan banyak kecurangan sistematis, terstruktur dan masif di masa lalu.
2. Pelaksanaan UN sebagai penentu kelulusan timbulkan tekanan psikis pada peserta didik.
3. UN tidak tepat menjadi penentu kelulusan peserta didik ketika standar pendidikan ditiap sekolah dan daerah berbeda beda kondisinya.
4. UN bisa digunakan untuk parameter pemetaan kualitas pendidikan, dengan catatan tidak dilakukan setiap tahun dan tidak semua sekolah (sampel saja).
5. Amanat UN sebagai parameter pemetaan kualitas pendidikan justru ada dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Baca Juga: Tantangan Ujian Nasional Berbasis Komputer: Ketimpangan Akses, Perspektif Guru, dan Alternatif Penilaian yang Adil
6. Kondisi dan kualitas sekolah belum merata, jadi kebijakan UN sebagai penentu kelulusan jadi tak adil
7. Ketika semua sekolah di Indonesia sudah rata kualitasnya, maka standarisasi pendidikan Nasional melalui kebijakan UN bisa dilaksanakan, sehingga memenuhi rasa keadilan bagi semua.
8. Evaluasi dulu ANBK yang sudah diterapkan sebagai pengganti UN dalam 5 tahun terakhir ini.
Adapun alasan responden yang setuju PPDB sistem zonasi dipertahankan yakni:
1. Lebih melindungi peserta didik selama perjalanan dari dan ke sekolah.
2. Lebih menjamin tumbuh kembang anak secara optimal.
3. Lebih berkeadilan, di mana semua anak dengan latar belakang dan kondisi apapun dapat mengakses sekolah negeri selama masih ada kuotanya.
4. Lebih memberikan kesempatan untuk semua kondisi, karena PPDB tidak hanya jalur zonasi tapi ada jaluir lain yang mengakomodasi semua, yaitu jalur prestasi, afirmasi, perpindahan tugas orangtua yang memberikan peluang akses bagi siapapun, bukan atas dasar nilai atau prestasi akademik semata.
5. Mendorong daerah menambah sekolah negeri baru untuk memenuhi hak atas pendidikan anak-anak di daerahnya. Penambahan sekolah negeri baru di kecamatan yang tidak ada sekolah negerinya, menunjukkan kesungguhan Kepala Daerah dalam memenuhi hak atas Pendidikan anak-anak di wilayahnya.
6. Pemenuhan hak atas Pendidikan merupakan kewajiban negara dalam pelaksanaan Program Wajib Belajar sebagaimana diamanatkan dalam UUD 45.
Pemerintah sendiri saat ini masih mengkaji soal penetapan sistem zonasi. FSGI berpandangan kalau sistem zonasi yang sudah berjalan selama 8 tahun ini terbukti mampu memberikan kesempatan yang sama pada semua anak untuk mengenyam pendidikan di sekolah negeri.
“Kebijakan ini lebih menjunjung tinggi prinsip keadilan dalam pemenuhan hak atas Pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi Republik Indonesia”, ujar Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti dalam keterangannya.