FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Mantan Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Syamsuddin Haris, angkat bicara soal polemik pagar laut yang terus menuai perhatian publik.
Ia menyoroti persoalan utang budi pejabat kepada oligarki yang dianggap menjadi penghambat kemajuan bangsa.
“Jika para pejabat negara tersandera utang budi kepada oligarki yang menguasai ekonomi, kapan negeri ini bisa maju?,” ujar Syamsuddin di X @sy_haris (25/1/2025).
Syamsuddin juga mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk menunjukkan keberanian dan ketegasan dalam menghadapi kasus seperti ini.
“Saatnya Presiden Prabowo unjuk keberanian dan ketegasan dengan tidak memberi toleransi kepada mereka bila melanggar hukum,” tekannya.
Dikatakan Syamsuddin, tidak boleh ada toleransi bagi pelanggaran hukum, termasuk yang melibatkan kelompok oligarki.
“Negara harus selalu hadir untuk rakyat dan bangsa kita,” Syamsuddin menuturkan.
Ia kemudian mempertanyakan langkah hukum pengusutan dalang pagar laut terkesan berlarut-larut.
“Bukankah perusahaan dan perorangan pemilik 263 sertifikat HGB pagar laut sdh diketahui,” cetusnya.
“Mengapa penyelidikan dlakukan oleh KKP, bukan oleh APH, kepolisian dan kejaksaan,” sambung dia.
Blak-blakan, ia berharap tidak ada skenario melindungi pelaku di balik lambatnya proses yang berjalan.
“Meski sudah ada perintah Presiden untuk bongkar pagar laut, namun kepemilikan sertifikat HGB, perijinan dan motif perlu diusut tuntas,” tandasnya.
Syamsuddin bilang, jika hal tersebut dilakukan pemerintah, maka persekongkolan busuk pengusaha dan pejabat yang merugikan rakyat bisa dibawa ke ranah hukum.
“Pak Prabowo, negara harus konsisten hadir untuk tegakkan hukum,” kuncinya.
Sebelumnya, Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolkam), Prof Mahfud MD, menyoroti polemik pagar laut di Tangerang.
Ia menegaskan bahwa kasus tersebut seharusnya segera ditangani sebagai perkara pidana, bukan hanya sebatas langkah administratif.
“Kasus pemagaran laut, seharusnya segera dinyatakan sebagai kasus pidana, bukan hanya ramai-ramai membongkar pagar,” ujar Mahfud di X @mohmahfudmd (25/1/2025).
Mahfud mendesak aparat penegak hukum untuk segera melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait kasus tersebut.
“Segerakah lidik dan sidik. Kok tidak ada aparat penegak hukum pidana yang bersikap tegas?,” tegasnya.
Dikatakan Mahfud, ada sejumlah indikasi tindak pidana, seperti penyerobotan alam, penerbitan sertifikat ilegal, hingga dugaan kolusi dan korupsi.
“Di sana ada penyerobotan alam, pembuatan sertifikat ilegal, dugaan kolusi-korupsi,” Mahfud menuturkan.
Ia juga mengkritik langkah pemerintah yang sejauh ini hanya menangani kasus tersebut dalam ranah hukum administrasi dan teknis.
“Langkah yang diambil pemerintah atas kasus pagar laut Tangerang baru bersifat hukum administrasi dan teknis,” tambahnya.
Kata Mahfud, tindak pidana yang jelas terjadi, seperti perampasan ruang publik dengan sertifikat ilegal, seharusnya menjadi prioritas penegak hukum.
“Padahal tindak pidana jelas, merampas ruang publik dgn sertifikat ilegal,” tandasnya.
Mahfud merasa ada orang besar dibalik proses alot terhadap penuntasan kasus pagar laut yang telah menjadi perbincangan nasional itu.
“Pasti ilegal melalui kolusi-korupsi. Aneh, belum ada penetapan lidik dan sidik sebagai kasus pidana,” kuncinya. (Muhsin/Fajar)