Abadikini.com, WASHINGTON – Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump melontarkan ancaman tajam terhadap blok BRICS, menyusul kabar bahwa kelompok tersebut berencana mengganti dolar AS dengan mata uang lain dalam perdagangan internasional. Dalam sebuah unggahan di media sosial, Trump menyatakan niatnya untuk mengenakan tarif impor hingga 100% bagi negara anggota BRICS yang mencoba menjauh dari dolar.
“Gagasan bahwa negara-negara BRICS mencoba menjauh dari dolar sementara kita berdiam diri sudah berakhir,” tulis Trump, menjelaskan ambisinya untuk memulihkan dominasi ekonomi AS setelah pelantikannya bulan depan.
Menurutnya, negara-negara BRICS harus memberikan komitmen tegas untuk tidak menciptakan mata uang baru atau mendukung mata uang lain yang menggantikan dolar. “Jika tidak, mereka akan menghadapi tarif 100% dan harus mengucapkan selamat tinggal pada akses ke pasar AS yang luar biasa,” tegas Trump.
Trump juga menyebut bahwa upaya BRICS untuk menggantikan dolar tidak memiliki peluang keberhasilan. “Mereka bisa mencari ‘orang bodoh’ lain! Tidak ada kemungkinan BRICS menggantikan dolar AS dalam perdagangan internasional,” imbuhnya.
Respon Ekonom dan Risiko Perang Dagang
Ancaman Trump memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, termasuk ekonom veteran Inggris Rodney Shakespeare. Dalam wawancara dengan Sputnik, Shakespeare menilai bahwa ancaman ini akan mendorong BRICS bertindak lebih solid secara kolektif.
“Trump merasa dia dapat menargetkan negara-negara BRICS secara individual. Namun, langkah ini justru akan mempersatukan BRICS untuk merespons secara kolektif,” kata Shakespeare, yang kini menjadi peneliti tamu di Universitas Trisakti, Indonesia. “Pemikiran Trump didasarkan pada hegemoni masa lalu yang semakin kehilangan relevansi di era sekarang,” tambahnya.
Ketergantungan Ekonomi AS pada BRICS
BRICS, yang menyumbang sekitar 35% aktivitas ekonomi global dalam paritas daya beli (PPP) dan lebih dari 40% populasi dunia, merupakan mitra dagang penting bagi AS. Data menunjukkan bahwa pada 2023, AS mencatat defisit perdagangan sebesar USD433,5 miliar dengan negara-negara anggota BRICS. Bahkan, beberapa mitra potensial seperti Vietnam memiliki surplus perdagangan besar dengan AS, mencapai USD109 miliar.
AS sangat bergantung pada BRICS untuk berbagai produk, termasuk barang rumah tangga, mesin, bahan farmasi, energi, dan mineral tanah jarang, yang menyumbang hingga 70% dari produksi global. Sebaliknya, ekspor utama AS seperti senjata, minyak, makanan, dan mobil lebih mudah digantikan di pasar internasional.
Implikasi Perang Dagang
Sebagai mata uang cadangan dunia, dolar AS selama ini menjadi salah satu kekuatan ekspor utama Amerika. Namun, lebih dari 65% perdagangan antar anggota BRICS kini dilakukan dalam mata uang lokal. Jika tarif 100% diberlakukan, harga produk impor di AS akan melonjak drastis. Shakespeare menilai, meskipun langkah ini bertujuan untuk membangkitkan industri domestik AS, tingkat otomatisasi pabrik-pabrik baru dapat membatasi penciptaan lapangan kerja.
“Jika AS terus memaksakan perang dagang besar, baik terhadap BRICS secara kolektif maupun anggotanya secara individu, itu bisa menjadi langkah yang justru merugikan posisi ekonomi AS di panggung global,” tutup Shakespeare.
Ancaman ini memperlihatkan dinamika baru dalam hubungan ekonomi internasional, dengan pertanyaan besar yang tersisa: siapkah AS menghadapi konsekuensi dari perang dagang melawan BRICS?